Minggu, 22 Maret 2009

FEATURE ( MEDIA RELATIONS )

HAK PATEN LOKAL BARANG YANG BEREDAR DI INDONESIA SANGAT MINIM

OLEH REVINA FEBRIYANTI

Tahukah anda bahwa barang-barang lokal yang kita pakai dan beredar di masyarakat tidak semuanya memiliki hak paten? Saat ini dari 30.000 barang yang beredar hanya 3% saja yang memiliki hak paten tetap.

Dewa Purnadjaja Tanubali adalah Direktur Industri Perhiasan Perak Surati yang sering mengeluhkan susahnya mendapatkan hak paten atas perhiasan perak yang dihasilkan oleh perusahaannya. Dewa sering dibuat kesak karena susahnya mengurus hak paten atas merek tersebut. Apalagi dewa beranggapan bahwa hasil karya perhiasan peraknya adalah hasil negara sendiri yang seharusnya dalam membuat hak paten atas perhiasan peraknya itu sangatlah muda.

Karena lamanya prosedur dalam membuat hak atas merek tersebut membuat dewa memberhentikan produksi perhiasan perak Suarti karena harus menunggu hingga merek itu selesai dipatenkan. Karena khawatir produksi menjadi terhenti, Dewa memutuskan menunda niatnya untuk mematenkan rancangan-rancangan mereka. Keluhan tersebut juga diungkapkan beberapa perajin perhiasan perak disekitar jalan Raya Celuk lainnya. Akibatnya, mereka kini memproduksi berdasarkan pesanan saja.

Selama ini kita memandang budaya tradisional sebagai kreasi masa lalu yang sebetulnya tidak tepat karena sesungguhnya budaya tradisional memiliki sifat yang dinamis. Tradisi bahkan sesungguhnya merupakan sumber kreativitas dan pembaharuan, karena pengetahuan tradisional tidak tertutup dari kemungkinan budaya lain. Tradisi akan berkembang seiring interaksi atau kontak antar manusia baik secara lokal, maupun dalam akupan wilayah yang lebih luas secara internasional.

Hal ini menunjukan bahwa sektor industri di era pasar bebas sangat rentan terhadap pencurian atas Hak Kekayaan Intelektual ( HAKI ). Ini juga yang membuat para pengusaha dalam negeri kecolongan hak paten yang dimilikinya direbut oleh orang asing. Minimnya pemegang hak paten dalam negeri dari barang-barang lokal yang beredar itu membuat potensi pendapatan mereka menurun, padahl banyak negara-negara yang memiliki keterbatasan sumber daya alam justru kaya raya hanya dari royalty barang yang menjadi hak adalah di Indonesia banyak rokok yang mereknya sudah dipatenkan oleh Negara - Negara tersebut seperti Marlboro yang telah dipatenkan oleh Amerika.

Meski begitu, selama ini Indonesia dianggap masi minim dalam perlindungan hak paten. Berdasarkan pengamatan Ditjen HAKI , minimnya sosialisasi dan belum adanya kultur budaya berbasis HAKI menjadi kendala terbesar dalam menambah jumlah HAKI di Indonesia. Di Negara kita juga untuk mendapatkan paten sangatlah rumit untuk memenuhi prosedurnya, mungkin itu juga lah yang membuat industri susah untuk mendapatkan hak paten mereka, sehingga Negara kita sangat kurang dalam pendapatan yang di dapat dari hak royalty. Dengan mempermudah prosedur untuk mendapatkan hak paten di Indonesia bisa membantu para industri dalam negeri untuk lebih beraktivitas dan juga lebih mengembangkan hasil produksinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar